Minggu, 25 November 2018

REDUP SUDAH

 Esok (25 Nov 2018) tepat 73 tahun guru akan meniup lilinnya kembali.
lilin yang HARUSnya selalu memberi kesan penerang bagi tiap mereka yang berada dipusarannya. Lilin yang seyogianya RELA MELEBUR & HABIS demi tetap bercahaya. Dulu pernah merasa beruntung sebab lilin itu bisa bercahaya dan menyala. Berkesempatan melebur demi mereka yang berdahaga akan pengetahuan. Bukan hanya anak sekolah, semua kalangan dari anak-anak sampai dewasa dan orangtua. Betapa bahagianya saat itu, desa kecil yang gelap gulita nun jauh disana selalu memacu untuk belajar dan selalu belajar. Sebab selalu BERJUBEL pertanyaan yang harus dirundingkan. Bahkan Di gedung berlantai tanah itu,  keriuhan dan rebutan jari mungil selalu teracung ke langit menandakan diubun-ubun mereka sudah menggunung pertanyaan yang HARUS dieksekusi, begitu selalu hingga waktu merasa iri dengan keseruan canda gurau disela diskusi dan pagi sampai siangpun berlalu sangat cepat. Bukan hanya untuk bocah-bocah mungil hitam badaki itu saja, mufakat di se-profesi bahkan di lingkungan masyarakat oleh perangkat desa juga selalu di beri kesempatan untuk memberi pandangan dan pertimbangan sebelum ada mufakat. Namun itu hanyalah masa lalu yang selalu dirindu bahkan selalu terpatri di ingatan. Itu hanya kenangan ditimur. Ini sekarang dibarat, yahh barat.. Sama seperti jauhnya timur hingga barat, Begitu jua dengan treatment yang didapat, bak suplemen pada sudut. Jika dulu lilin itu dibiarkan terus bercahaya dan melebur, kini lilin itu tidak diberi kesempatan bercahaya dan melebur. 
Persis dengan bagaimana lilin pada perayaan ulangtahun , seperti biasanya lilinnya tidak akan dibiarkan bercahaya lama apalagi sampai melebur. Begitu lilin hidup nyanyian selamat ulangtahun pun seakan tanpa ritme mengalir seperti  air terjun, sangat deras agar cepat lilin di tiup sebelum melebur. Sebab jika lilin melebur dan mengenai kue maka kuenya akan terbuang. Namun ini bukan masalah nikmatnya kue yang tanpa leburan lilin. Namun sama halnya dengan lilin yang tidak di beri kesempatan bercahaya dan melebur, mereduplah sudah keberadaan itu. Selalu dipadamkan ketika ingin bercahaya, selalu diterpa angin kuat ketika berusaha untuk hidup.Dan jika memilih utk melebur, maka akan disisihkan bahkan akan terbuang sama seperti leburan lilin pada kue tersebut. Tanpa melihat perjuangan lilin hingga melebur, sang lilin yang mempertaruhkan batangnya terbakar agar tetap bersinar dan rela hancur demi terang... Dan bukan lilin lah namanya jika tidak bisa melebur, dan kurang berhargalah lilin jika tidak memberi terang dan bercahaya.. Begitu hambarnya jika lilin begitu hidup langsung di tiup dan dipadamkan, sama halnya ibarat sayur tanpa garam, Hambarlah sudah,....

GuruKU

Friska merupakan salah satu siswa yang
memiliki mimpi dan cita-cita tinggi

Mimpi yang dulu bak kilat menyambar di gelap malam
Kini berubah seperti matahari terbit
Yang memberi kehidupan bagi tiap insan
Hadirmu selalu dinanti,kucuran keringatmu pemacu semangat
Pengalaman juga keluhmu benteng melawan roda era
Guruku
Engkau adalah pelita hidup
Penerang stiap kegelapan
Pemberi apresiasi dalam pengejaran mimpi
Guruku
Engkau, Embun penyejuk
Profesionalitasmu menomor wahidkan generasi bangsa
Menomor duakan kepentinganmu
Engkau pelepas dahaga
Akan ilmu demi masa depanku yang cerah
Engkau penyegar jiwa dari mimpi suramnya hidup kelak
Namanya Friska Zebua, siswa SMP N 2 Gido yang membacakan Puisi HGN
Namanya Friska Zebua, siswa
SMP N 2 Gido
yang membacakan Puisi HGN
Guruku
Tanpamu aku bukan siapa-siapa
Aku tidak akan tahu apa-apa
Baca tulis juga aku akan buta
Bodoh dan miskin akan jadi bagianku
Guruku
Pengorbananmu sangat berarti
Tetap bertahan dalam kekurangan
Tetap menawan walau bukan bangsawan
Tetap rajin walau nasib terkebiri
Tetap hebat walau hidup nyaris melarat
Terimakasih Guruku
Terima kasih untuk sang Pelangi yang Kau Hadirkan
Terima kasih untuk setiap kesetiaan dalam pewujudan mimpiku
Terima kasih kuhaturkan untuk setiap keluhmu
Terima Kasih Guruku.


oleh: FRISKA ZEBUA

Rabu, 05 September 2018

Pemberontakan PRRI/Permesta (sumber: ruangguru.com)

PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta. Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949 bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja. Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah. Akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, para perwira militer berinisiatif membentuk dewan militer daerah, sebagai berikut:  PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan.Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958 memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.  Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1958, dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta untuk kembali Republik Indonesia.

Note:
APREV (Angkatan Perang Revolusi)
AUREV (Angkatan Udara Revolusioner)
PERMESTA (Perjuangan Rakyat Semesta)
PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Republik Maluku Selatan

Pemberontakan DI/TII

Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai pada tanggal 20 September 1953. Dimulai dengan pernyataan Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Daud Beureueh, proklamasi itu menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dibawah kepemimpinan Imam Besar NII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Daud Beureueh adalah seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Peranannya sebagai seorang tokoh ulama membuat Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Dalam persiapan melancarkan gerakan perlawanannya Daud Beureueh telah berhasil mempengaruhi banyak pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Pada masa-masa awal setelah proklamasi NII Aceh dan pengikut-pengikutnya berhasil mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk beberapa kota. Tidak lama setelah pemberontakan pecah, Pemerintah Republik Indonesia melalui Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo segera memberikan penjelasan secara runut tentang peristiwa tersebut di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Oktober 1953.

Latar belakang

Alasan pertama yang menjadi latar dari gerakan DI/TII Aceh adalah kekecewaan para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh atas dileburnya provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatera Utara yang beribukota di Medan. Peleburan provinsi itu seakan mengabaikan jasa baik masyarakat Aceh ketika perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dimasa revolusi fisik kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Kekhawatiran kembalinya kekuasaan para ulee balang yang sejak lama telah menjadi pemimpin formal pada lingkup adat dan politik di Aceh[1][2]. Keinginan dari masyarakat Aceh untuk menetapkan hukum syariah dalam kehidupan mereka.[3] Sejarawan berkebangsaan Belanda, Cornelis Van Dijk, menyebutkan, kekecewaan Daud Beureueh terhadap Jakarta semakin berat dengan beredarnya rumor tentang sebuah dokumen rahasia dari Jakarta. Dokumen itu disebut-sebut dikirim oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang isinya berupa perintah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat Aceh. Rumor ini disebut sebagai les hitam. Perintah tersebut dikabarkan diambil oleh Jakarta berdasarkan kecurigaan dan laporan bahwa Aceh sedang bersiap untuk sebuah pemberontakan guna memisahkan diri dari negara Indonesia

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan_DI/TII_di_Aceh



Pemberontakan Andi Azis

Latar belakang penyebab pemberontakan Andi Azis:

Adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat.

Jalan peristiwa Pemberontakan Andi Azis:

Andi Azis merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Azis ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat. Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya. Pada 5 April 1950, pasukan Andi Azis menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan. Bahkan Ir.P.D. Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Azis dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950, Wali Negara NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang. Pada tanggal 15 April 1950 Andi Azis berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Azis terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950 pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berlangsung lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan provokasi dan memancing bentrokan dengan pasukan APRIS. Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS berhasil memukul mundur pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL. 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.

Tokoh-tokoh dalam Pemberontakan Andi Azis:

Andi Azis (Pemimpin bekas kesatuan KNIL) Kesatuan bekas KNIL Colonel Alex Kawilarang (Pemimpin pasukan dari 4 angkatan yang diperintahkan oleh Pemerintah RIS) Kapten Bohar Ardikusumah (Pemimpin Batalyon I Brigade 14 Siliwangi di Jawa Barat) Kolonel Soeharto (Pemimpin Brigade 10/Garuda Mataram di Jawa Tengah) Letkol Suprato Sukowati (Pemimpin Brigade 16/I di Jawa Timur) Letkol Warouw (Pemimpin Angkatan udara beserta pasukannya) Kapten udara Wiridinata (Pemimpin Angkatan udara beserta pasukannya) Akhir dalam Pemberontakan Andi Azis: Makassar akhirnya dapat dengan cepat dikuasai oleh pemerintah RI. Akhirnya Andi Azis dapat ditangkap. Pada tahun 1953 pasukannya dapat dihancurkan

KNIL adalah singkatan dari bahasa Belandahet Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, atau secara harafiahTentara Kerajaan Hindia Belanda.
 
NIT singkatan dari Negara Indonesia Timur
APRIS Singkatan dari Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat

Pemberontakan Andi azis

Peristiwa Andi Azis adalah upaya pemberontakan yang dilakukan oleh Andi Azis, seorang mantan perwira KNIL, yang berusaha untuk mempertahankan keberadaan Negara Indonesia Timur dan enggan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Andi Azis, para perwira APRIS (ABRI) (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab terhadap gangguan keamanan di wilayah Negara Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh pemerintah. Peristiwa Andi Azis Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia Tanggal 15 April 1950 (penangkapan Andi Azis) 5 Agustus 1950 (penyerangan terhadap pasukan KL/KNIL) Lokasi Makassar Jakarta Hasil Penangkapan Andi Azis (15 April 1950) Pembasmian pasukan KL/KNIL (5 Agustus 1950) Percepatan integrasi negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat ke dalam Republik Indonesia (17 Agustus 1950). Pihak terlibat APRIS KNIL (KL) Tokoh dan pemimpin Alex Kawilarang Hamengkubuwana IX Andi Azis Awal gerakan Sunting Andi Azis adalah seorang mantan perwira KNIL yang bergabung menjadi perwira APRIS (ABRI), kemudian beliau diterima sebagai perwira APRIS. Pelantikannya disaksikan oleh Letkol Ahmad Yunus Mokoginta, yang merupakan Panglima Tentara Teritorium Negara Indonesia Timur. Namun kemudian, beliau justru menggerakkan pasukannya dari para mantan perwira KL/KNIL lainnya untuk menyerang markas APRIS dan menyandera sejumlah perwira APRIS, termasuk Letkol A. Y. Mokoginta. Setelah menguasai Makassar, beliau menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan. Ia menuntut agar para perwira APRIS (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab terhadap gangguan keamanan di wilayah Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh pemerintah. Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah membuat ultimatum yang meminta Andi Azis agar segera datang ke Jakarta. Karena, apabila beliau tidak mengindahkan ultimatum tersebut, maka Kapal Angkatan Laut Hang Tuah akan mem-bom kota Makassar. Selain itu, ultimatum pemerintah tersebut juga meminta agar Andi Azis mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam waktu 4 x 24 jam, namun ultimatum tersebut tetap juga tidak diindahkan. Setelah batas waktu terlewati, pemerintah mengirimkan pasukan di bawah Kolonel Alex Kawilarang. Dan akhirnya, pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis datang ke Jakarta dengan perjanjian dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX bahwa beliau tidak akan ditangkap. Tetapi, ketika Andi Azis datang ke Jakarta, beliau justru langsung ditangkap. Pertempuran Sunting Gerakan ini diawali dengan kegiatan pasukan APRIS (ABRI) yang diganggu oleh KL/KNIL dan kerap kali melakukan provokasi serta konflik dengan pasukan APRIS. Pertempuran keduanya meletus pada tanggal 5 Agustus 1950. Tentara KL/KNIL berhasil ditaklukkan oleh APRIS dengan mengerahkan seluruh kekuatan pasukan dari angkatan darat, laut, dan udara.

Kamis, 30 Agustus 2018

Usaha Perjuangan Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Usaha Perjuangan Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia




Pada bab yang lalu kalian telah mempelajari Perang Dunia II. Tentu kalian masih ingat bukan akhir dari PD II? Ya, setelah kedua kotanya dibom atom akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Akibatnya di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan. Momentum tersebut dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk mengumandangkan kemerdekaan. Namun kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia ternyata masih membutuhkan pengorbanan untuk dipertahankan. Bagaimana bentuk-bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan? Agar kalian dapat memahaminya, maka ikutilah pembahasan berikut ini!

A. Perjuangan Rakyat dan Pemerintah di Daerah dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Penyerahan kekuasaan Jepang kepada Sekutu dilakukan oleh Komando Asia Tenggara (South East Asia Command atau SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten. Pasukan Sekutu yang bertugas di Indonesia adalah Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. AFNEI merupakan komando bawahan dari SEAC. Tugas AFNEI di Indonesia adalah:
1. menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang,
2. membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu,
3. melucuti orang-orang Jepang dan kemudian dipulangkan ke negaranya,
4. menjaga keamanan dan ketertiban (law and order), dan
5. menghimpun keterangan guna menyelidiki pihak-pihak yang dianggap sebagai penjahat perang.

Pada awalnya rakyat Indonesia menyambut kedatangan Sekutu dengan senang. Akan tetapi setelah diketahui NICA ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. Kedatangan NICA di Indonesia didorong oleh keinginan menegakkan kembali Hindia Belanda dan berkuasa lagi di Indonesia. Datangnya pasukan Sekutu yang diboncengi NICA mengundang perlawanan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Berikut ini berbagai perlawanan terhadap Sekutu yang muncul di daerah-daerah.

1. Pertempuran Surabaya 10 November1945

Surabaya merupakan kota pahlawan. Surabaya menjadi ajang pertempuran yang paling hebat selama revolusi mempertahankan kemerdekaan, sehingga menjadi lambang perlawanan nasional. Peristiwa di Surabaya merupakan rangkaian kejadian yang diawali sejak kedatangan pasukan Sekutu tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby. Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen Mallaby. Akibat meninggalnya Brigjen Mallaby, Inggris memberi ultimatum, isinya agar rakyat Surabaya menyerah kepada Sekutu. Secara resmi rakyat Surabaya, yang diwakili Gubernur Suryo menolak ultimatum Inggris. Akibatnya pada tanggal 10 November 1945 pagi hari, pasukan Inggris mengerahkan pasukan infantri dengan senjata-senjata berat dan menyerbu Surabaya dari darat, laut, maupun udara.

Rakyat Surabaya tidak takut dengan gempuran Sekutu. Bung Tomo memimpin rakyat dengan berpidato membangkitkan semangat lewat radio. Pertempuran berlangsung selama tiga minggu. Akibat pertempuran tersebut 6.000 rakyat Surabaya gugur. Pengaruh pertempuran Surabaya berdampak luas di kalangan internasional, bahkan masuk dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.

2. Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November sampai tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan Pemuda Indonesia melawan pasukan Sekutu (Inggris). Pertempuran Ambarawa dimulai dari insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa mengakibatkan gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol Isdiman kemudian digantikan oleh Letkol Soedirman. Kota Ambarawa berhasil dikepung selama 4 hari 4 malam oleh pasukan RI. Mengingat posisi yang telah terjepit, maka pasukan Sekutu meninggalkan kota Ambarawa tanggal 15 Desember 1945 menuju Semarang. Keberhasilan TKR mengusir Sekutu dari Ambarawa menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.

3. Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945

Pada tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan.

Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.

4. Bandung Lautan Api

Terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api diawali dari datangnya Sekutu pada bulan Oktober 1945. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ultimatum Sekutu untuk mengosongkan kota Bandung. Pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama isinya kota Bandung bagian Utara selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh para pejuang. Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh para pejuang. Selanjutnya tanggal 23 Maret 1946 Sekutu mengeluarkan ultimatum kembali. Isinya hampir sama dengan ultimatum yang pertama. Menghadapi ultimatum tersebut para pejuang kebingungan karena mendapat dua perintah yang berbeda. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan agar TRI mengosongkan kota Bandung. Sementara markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar Bandung tidak dikosongkan.

Akhirnya para pejuang mematuhi perintah dari Jakarta. Pada tanggal 23-24 Maret 1946 para pejuang meninggalkan Bandung. Namun, sebelumnya mereka menyerang Sekutu dan membumihanguskan kota Bandung. Tujuannya agar Sekutu tidak dapat menduduki dan memanfaatkan sarana-sarana yang vital. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan Api. Sementara itu para pejuang dan rakyat Bandung mengungsi ke luar kota.

5. Puputan Margarana 20 November 1946

Perang Puputan Margarana di Bali diawali dari keinginan Belanda mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Letkol I Gusti Ngurah Rai, Komandan Resimen Nusa Tenggara, berusaha menggagalkan pembentukan NIT dengan mengadakan serangan ke tangsi NICA di Tabanan tanggal 18 Desember 1946. Konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai (yang dikenal dengan nama pasukan Ciung Wanara) ditempatkan di Desa Adeng Kecamatan Marga. Belanda menjadi gempar dan berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara. Pada tanggal 20 November 1946 dengan kekuatan besar Belanda melancarkan serangan dari udara terhadap kedudukan Ngurah Rai di desa Marga.
Dalam keadaan kritis, Letkol I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah “Puputan” yang berarti bertempur sampai habis-habisan (fight to the end). Letkol I Gusti Ngurah Rai gugur beserta seluruh anggota pasukan dalam pertempuran tersebut. Jenazahnya dimakamkan di desa Marga. Pertempuran tersebut terkenal dengan nama Puputan Margarana. Gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai telah melicinkan jalan bagi usaha Belanda untuk membentuk Negara Indonesia Timur.

6. Serangan Umum 1 Maret 1949

Dalam agresi militer II, Belanda berhasil menangkap para pemimpin politik dan menduduki ibukota RI di Yogyakarta. Belanda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan RI telah dihancurkan dan TNI tidak memiliki kekuatan lagi. Menghadapi tindakan Belanda tersebut, TNI menyusun kekuatan untuk melawan Belanda. Puncak serangan TNI adalah serangan umum terhadap kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelumnya, Letkol Soeharto mengadakan koordinasi terlebih dahulu dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan ini, TNI memakai sistem wehrkreise.
Untuk memudahkan penyerangan, maka dibentuk beberapa sektor yaitu:
a. sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual,
b. sektor Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sardjono,
c. sektor Utara dipimpin oleh Mayor Kusno,
d. sektor Kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.

Pada malam hari menjelang serangan umum, pasukan-pasukan telah merayap mendekati kota dan melakukan penyusupan-penyusupan. Pagi hari tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB tepat sirene berbunyi, serangan dilancarkan dari segala penjuru kota. Letkol Soeharto langsung memimpin penyerangan dari sektor Barat sampai batas Jalan Malioboro. Rakyat membantu memperlancar jalannya penyerangan dengan memberikan bantuan logistik. Dalam waktu enam jam kota Yogyakarta berhasil dikuasai TNI. Pada pukul 12.00 WIB tepat, pasukan TNI mengundurkan diri. Hal ini sesuai dengan rencana yang ditentukan sejak awal. Bersamaan dengan itu bantuan Belanda tiba dengan kendaraan lapis baja serta pesawat terbang. Belanda melakukan serangan balasan.

Meskipun demikian, serangan umum telah mencapai tujuannya.
Berikut ini tujuan Serangan Umum 1 Maret 1949.
a. Ke dalam

1) Mendukung perjuangan yang dilakukan secara diplomasi.
2) Meninggikan moral rakyat dan TNI yang sedang bergerilya.


b. Ke luar

1) Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk mengadakan ofensif.
2) Mematahkan moral pasukan Belanda.


Untuk mengenang para pejuang dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 maka pemerintah Yogyakarta membangun “Monumen Yogya Kembali”.

B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Belanda dalam Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

Selain menggunakan perjuangan bersenjata, para pemimpin bangsa melakukan perjuangan diplomasi. Untuk lebih jelasnya, kalian pelajari beberapa contoh perjuangan diplomasi bangsa Indonesia dalam berbagai forum internasional di bawah ini.

1. Diplomasi Beras Tahun 1946

Antara India dengan Indonesia terdapat persamaan nasib dan sejarah. Keduanya sama-sama pernah dijajah dan menentang penjajahan. Oleh karenanya, ketika rakyat India mengalami kekurangan bahan makanan, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan padi sejumlah 500.000 ton. Perjanjian bantuan Indonesia kepada India ditandatangani tanggal 18 Mei 1946. Perjanjian ini sebenarnya merupakan barter kedua negara, sebab India ternyata juga memberikan bantuan obat-obatan kepada Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari diplomasi beras adalah Indonesia semakin mendapat simpati dunia internasional dalam perjuangannya mengusir Belanda.

2. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn. Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Berikut ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan perundingan tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal 21 Juli 1947.

3. Agresi Militer Belanda (Tanggal 21 Juli 1947)

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang dikenal dengan agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai sarana-sarana vital di Jawa dan Madura. Jadi tujuan serangan ini bersifat ekonomis. Pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura. Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.
KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan Belanda di Bangka.

4. Perundingan Renville

Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut adalah:
a. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk,
c. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan Perundingan Linggarjati. Belanda kembali melanggar perjanjian dengan
melakukan agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.

5. Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948)

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke II. Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang diawali dengan penerjunan pasukan payung di Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung dan menghancurkan konsentrasi-konsentrasi TNI. Dalam agresi kedua, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap para pemimpin politik serta militer.
Meskipun para pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik Indonesia tidak berhenti. Sebelum ditangkap Presiden Soekarno memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui PDRI, pemerintahan tetap terus berjalan. PDRI mampu memberi
instruksi kepada delegasi Indonesia di forum PBB untuk menerima penghentian tembak-menembak dan bersedia berunding dengan Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia internasional. Selain itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh Belanda.

6. Konferensi Asia di New Delhi

Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 – 25 Januari 1949. Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia, dan New Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain. Hasil konferensi meliputi:
a. pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta,
b. pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
c. penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
d. penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.

Menanggapi rekomendasi Konferensi New Delhi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi tanggal 28 Januari
1949 yang isinya:
a. penghentian operasi militer dan gerilya,
b. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda,
c. pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
d. akan diadakan perundingan secepatnya.

Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin mendapat dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda.

7. Perundingan Roem – Royen

Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pada diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan menjelaskan realita di PBB. Salah satunya adalah L.N. Palar. Sebagai reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI. UNCI kependekan dari United Nations Commission for Indonesia. UNCI dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia). Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia Belanda. Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen. Dalam perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement. Lihat tabel 3.1

Tabel 3.1 Statement Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Roem-Royen.

8. Konferensi Meja Bundar (KMB)

Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia (KII) Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam menghadapi KMB. Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 – 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting adalah akan dilakukan pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi. Pada bidang pertahanan diputuskan:
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional,
b. TNI menjadi inti APRIS, dan
c. negara bagian tidak memiliki angkatan perang sendiri.

KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa Indonesia – Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan perwakilan UNCI.

Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB.
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, akhirnya KMB menghasilkan beberapa keputusan berikut.
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan penandatanganan pengakuan kedaulatan secara bersamaan di Belanda dan di Indonesia. Di negeri Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J. A. Sassen, dan Drs. Moh. Hatta, bersama menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Sedangkan di Jakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.

Berikut ini dampak dan pengaruh KMB bagi rakyat Indonesia.
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


https://youtu.be/gMdjvS0l_p8