![]() |
Ikuti, Alami, Peroleh Lalu Tulis & Ceritakan |
![]() |
Sertifikat Pendidik Jebolan PPG SM-3T |
![]() |
Sertifikat Pendidik Jebolan PLPG |
Nama Saya David Wijaya Munthe, Anak ke 7 dari 12 bersaudara. Anak dari Ayah S. Munthe dan Ibu K. Manurung. Saya berasal dari Pangaribuan, kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
![]() |
Ikuti, Alami, Peroleh Lalu Tulis & Ceritakan |
![]() |
Sertifikat Pendidik Jebolan PPG SM-3T |
![]() |
Sertifikat Pendidik Jebolan PLPG |
![]() |
Friska merupakan salah satu siswa yang memiliki mimpi dan cita-cita tinggi |
![]() |
Namanya Friska Zebua, siswa SMP N 2 Gido yang membacakan Puisi HGN |
PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta. Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949 bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja. Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah. Akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, para perwira militer berinisiatif membentuk dewan militer daerah, sebagai berikut:  PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan.Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958 memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.  Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1958, dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta untuk kembali Republik Indonesia.
Note:
APREV (Angkatan Perang Revolusi)
AUREV (Angkatan Udara Revolusioner)
PERMESTA (Perjuangan Rakyat Semesta)
PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Republik Maluku Selatan
Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai pada tanggal 20 September 1953. Dimulai dengan pernyataan Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Daud Beureueh, proklamasi itu menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dibawah kepemimpinan Imam Besar NII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Daud Beureueh adalah seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Peranannya sebagai seorang tokoh ulama membuat Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Dalam persiapan melancarkan gerakan perlawanannya Daud Beureueh telah berhasil mempengaruhi banyak pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Pada masa-masa awal setelah proklamasi NII Aceh dan pengikut-pengikutnya berhasil mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk beberapa kota. Tidak lama setelah pemberontakan pecah, Pemerintah Republik Indonesia melalui Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo segera memberikan penjelasan secara runut tentang peristiwa tersebut di depan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Oktober 1953.
Latar belakang
Alasan pertama yang menjadi latar dari gerakan DI/TII Aceh adalah kekecewaan para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh atas dileburnya provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatera Utara yang beribukota di Medan. Peleburan provinsi itu seakan mengabaikan jasa baik masyarakat Aceh ketika perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dimasa revolusi fisik kemerdekaan Indonesia (1945-1950). Kekhawatiran kembalinya kekuasaan para ulee balang yang sejak lama telah menjadi pemimpin formal pada lingkup adat dan politik di Aceh[1][2]. Keinginan dari masyarakat Aceh untuk menetapkan hukum syariah dalam kehidupan mereka.[3] Sejarawan berkebangsaan Belanda, Cornelis Van Dijk, menyebutkan, kekecewaan Daud Beureueh terhadap Jakarta semakin berat dengan beredarnya rumor tentang sebuah dokumen rahasia dari Jakarta. Dokumen itu disebut-sebut dikirim oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang isinya berupa perintah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat Aceh. Rumor ini disebut sebagai les hitam. Perintah tersebut dikabarkan diambil oleh Jakarta berdasarkan kecurigaan dan laporan bahwa Aceh sedang bersiap untuk sebuah pemberontakan guna memisahkan diri dari negara Indonesia
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan_DI/TII_di_Aceh
Latar belakang penyebab pemberontakan Andi Azis:
Adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat.
Jalan peristiwa Pemberontakan Andi Azis:
Andi Azis merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Azis ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat. Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya. Pada 5 April 1950, pasukan Andi Azis menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan. Bahkan Ir.P.D. Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Azis dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950, Wali Negara NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang. Pada tanggal 15 April 1950 Andi Azis berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Azis terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950 pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berlangsung lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan provokasi dan memancing bentrokan dengan pasukan APRIS. Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS berhasil memukul mundur pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL. 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.
Tokoh-tokoh dalam Pemberontakan Andi Azis:
Andi Azis (Pemimpin bekas kesatuan KNIL) Kesatuan bekas KNIL Colonel Alex Kawilarang (Pemimpin pasukan dari 4 angkatan yang diperintahkan oleh Pemerintah RIS) Kapten Bohar Ardikusumah (Pemimpin Batalyon I Brigade 14 Siliwangi di Jawa Barat) Kolonel Soeharto (Pemimpin Brigade 10/Garuda Mataram di Jawa Tengah) Letkol Suprato Sukowati (Pemimpin Brigade 16/I di Jawa Timur) Letkol Warouw (Pemimpin Angkatan udara beserta pasukannya) Kapten udara Wiridinata (Pemimpin Angkatan udara beserta pasukannya) Akhir dalam Pemberontakan Andi Azis: Makassar akhirnya dapat dengan cepat dikuasai oleh pemerintah RI. Akhirnya Andi Azis dapat ditangkap. Pada tahun 1953 pasukannya dapat dihancurkan
KNIL adalah singkatan dari bahasa Belanda; het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, atau secara harafiah: Tentara Kerajaan Hindia Belanda.
NIT singkatan dari Negara Indonesia Timur
APRIS Singkatan dari Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat