Hidup dan kehidupan dua hal yang tidak akan terpisah, ketika ingin tetap hidup maka kehidupan harus dilalui.
Didunia ini dua hal yang dia pahami tentang hidup, yaitu memilih dan terpilih. Sebagian orang yang mengenalnya akan menganggap terlalu dangkal pemahamannya tentang dunia ini. Padahal bukankah seharusnya dia lebih jauh dan paham memaknai hidup itu?? Sebab, Bukankah dia sudah menelusuri dusun-dusun kampung?? Bukankah dia sudah mengetuk dari pintu ke pintu para kaum kapitalis ketika dikota??
Bukankah dia jera dengan tragedi 'keroncong kampung tengah' akibat demo cacingnya?
Bukankah dia butuh bantuan kaum kapitalis demi kehidupannya?? Dia memang bodoh kata orang lain.
Bukankah dia jera dengan tragedi 'keroncong kampung tengah' akibat demo cacingnya?
Bukankah dia butuh bantuan kaum kapitalis demi kehidupannya?? Dia memang bodoh kata orang lain.
Live Is Choise (Memilih & Terpilih) |
Orang lain bisa berpendapat, orang lain bebas mengkritisi. Karna akan semakin berkualitas hidup jika bisa menerima kritik dan bersedia di kritisi. Beribu kritisi itulah yang dijadikannya untuk memperbaiki kehidupan.
Tapi jauh didalam hatinya, sebelum dia mendedikasikan dirinya untuk pendidikan. Dia terlebih dulu menguji seberapa teguh hatinya untuk memilih jalan itu. Keputusannya untuk berdedikasi di pendidikan bukan tidak berdasar, keputusan itu dikristalkan di negeri nun jauh di timur indonesia. Setahun mengkristalisasikan pilihannya, diapun memilih mendedikasikan diri untuk pendidikan.
Berbagai pelatihan jua syarat administratif turut di lengkapi, sehingga dia tidak akan tercekal dan berharap terpilih untuk dunia pendidikan yang dia dambakan.
Dia berharap terpilih didaerahnya untuk turut serta membangun kampung dari dunia pendidikan dengan memanusiakan manusia.
Di negeri nun jauh di timur dia pernah berkhayal bahkan iri dengan orang-orang yang berinteraksi disana (siswa/i nya), hatinya berontak, pikirannya merana "kenapa harus jauh mengabdikan diri & membangun masyarakat yg tidak dikenalnya? Bukankah tanah kelahiranku sendiri butuh pembangunan manusia? Bukankah aku dianggap manusia tidak tahu diri ketika aku lebih memilih mengabdikan diri untuk orang yang sedarah pun tidak denganku?? Bukankah itu boomerang tersendiri buatku?? Betapa malunya aku ketika bisa membangun masyarakat lain sedang masyarakat daerahku tertinggal dan masih tetap jadi babu?? Gerutunya dalam hati.
Tapi jauh didalam hatinya, sebelum dia mendedikasikan dirinya untuk pendidikan. Dia terlebih dulu menguji seberapa teguh hatinya untuk memilih jalan itu. Keputusannya untuk berdedikasi di pendidikan bukan tidak berdasar, keputusan itu dikristalkan di negeri nun jauh di timur indonesia. Setahun mengkristalisasikan pilihannya, diapun memilih mendedikasikan diri untuk pendidikan.
Berbagai pelatihan jua syarat administratif turut di lengkapi, sehingga dia tidak akan tercekal dan berharap terpilih untuk dunia pendidikan yang dia dambakan.
Dia berharap terpilih didaerahnya untuk turut serta membangun kampung dari dunia pendidikan dengan memanusiakan manusia.
Di negeri nun jauh di timur dia pernah berkhayal bahkan iri dengan orang-orang yang berinteraksi disana (siswa/i nya), hatinya berontak, pikirannya merana "kenapa harus jauh mengabdikan diri & membangun masyarakat yg tidak dikenalnya? Bukankah tanah kelahiranku sendiri butuh pembangunan manusia? Bukankah aku dianggap manusia tidak tahu diri ketika aku lebih memilih mengabdikan diri untuk orang yang sedarah pun tidak denganku?? Bukankah itu boomerang tersendiri buatku?? Betapa malunya aku ketika bisa membangun masyarakat lain sedang masyarakat daerahku tertinggal dan masih tetap jadi babu?? Gerutunya dalam hati.
Dan seketika itu juga dia
bertekad untuk mengabdikan diri untuk tanah kelahirannya, untuk
masyarakatnya. Dia menumpuk berbagai bekal yang akan dibagikannya kelak
ketika dia kembali dari negeri nun jauh untuk membangun manusianya.
Sekembalinya dari negeri nun jauh dia tidak langsung leluasa dan bebas
untuk memilih melanjutkan tekadnya. Dia masih harus menyelesaikan tahun
keduanya bertugas untuk pemerintah.
Ditahun keduanya dia bertugas untuk sekolah terbesar, termaju di salah satu daerah, fasilitas serba mewah, pembelajaran yang menutut dia belajar teknologi guna mengimbangi masyarakat baru yang akan berinteraksi dengannya. Berbanding terbalik dengan tahun pertamanya, jangankan fasilitas pendidikan, seragam dan atribut sekolah, dia bahkan harus memohon agar para orangtua mengizinkan anaknya untuk dibekalinya baca, tulis, mengenalkan dan meyakinkan mereka bahwa negara mereka adalah INDONESIA yang beribukotakan JAKARTA, berbenderakan merah putih yang bermaknakan berani dan suci, berlambangkan garuda pancasila bersemboyankan bhinneka tunggal ika yang memiliki luas wilayah dari ujung barat yang bernama SABANG dan berujung di timur yang bernama MERAUKE.
Semua dia lalui dengan harap kelak ketika sekembalinya dari tugas pemerintah, dia bisa memiliki bekal lebih untuk membangun daerahnya.
Dua tahun berjalan, administrasi dan pengabdian terselesaikan. Pemerintahpun memberi kebebasan memilih ikut kembali membangun masyarakat indonesia di luar negeri, kembali ke daerah tahun pertamanya atau bahkan di beri kebebasan untuk mencari tempat berdedikasi sendiri. Dia menetapkan pilihan untuk nemilih tempat berdedikasi sendiri yang tentu sesuai dengan khayalnya ingin turut serta membangun manusia di daerahnya sendiri.
Tak berselang lama 3 bulan sekembalinya dia mendapat tawaran dari beberapa lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan yang dulu pernah diampu lalu di tinggalnya.
Suatu tantangan baru ketika tawaran itu datang dari lembaga yang belum pernah diampu dan lembaga yang belum terekam di curricullum vitaenya. Dengan berbagai pertimbangan dan harap bisa turut membantu membangun manusia disana yang merupakan daerahnya, dia mengiyakan untuk siap bekerjasama.
Berbagai Kejanggalan dia temukan di 6 bulan pertamanya, dia berniat pergi dan mencoba menerima pinangan pihak lain. Tapi lagi-lagi dia berpikir bukankah ini tantangannya? Bukankah ini yang harus dibangun?? Kembali menyurutkan ingin untuk menyudahi dengan harap bisa memberi sumbangsih dan menumpah ruahkan bekal yang tertumpuk selama ini. Namun lagi- lagi kejanggalan, bahkan kali ini lebih parah, suatu keputusan yang sungguh bahkan sangat berlawanan dengan prinsip, pola pikir, keteguhan hati dan niat berdedikasinya dibenturkan.
Sesaat itu juga dia niat mengabdi dan membangunnya memudar disana, keteguhan hatinya berubah jadi kesal dan amarah, keinginan berdedikasinya hilang.
Dengan tanpa menghiraukan apapun, jeritan manusia-manusia yang sudah terlanjur dia sayangi, terlanjur dia harapkan, manusia yang masih belum sempat dia bekali bahkan tanpa menghiraukan "keroncong kampung tengahnya kelak" akibat demo cacing-cacing itu dia bersikeras dan memutuskan untuk "Beranjak lalu pergi"
Ditahun keduanya dia bertugas untuk sekolah terbesar, termaju di salah satu daerah, fasilitas serba mewah, pembelajaran yang menutut dia belajar teknologi guna mengimbangi masyarakat baru yang akan berinteraksi dengannya. Berbanding terbalik dengan tahun pertamanya, jangankan fasilitas pendidikan, seragam dan atribut sekolah, dia bahkan harus memohon agar para orangtua mengizinkan anaknya untuk dibekalinya baca, tulis, mengenalkan dan meyakinkan mereka bahwa negara mereka adalah INDONESIA yang beribukotakan JAKARTA, berbenderakan merah putih yang bermaknakan berani dan suci, berlambangkan garuda pancasila bersemboyankan bhinneka tunggal ika yang memiliki luas wilayah dari ujung barat yang bernama SABANG dan berujung di timur yang bernama MERAUKE.
Semua dia lalui dengan harap kelak ketika sekembalinya dari tugas pemerintah, dia bisa memiliki bekal lebih untuk membangun daerahnya.
Dua tahun berjalan, administrasi dan pengabdian terselesaikan. Pemerintahpun memberi kebebasan memilih ikut kembali membangun masyarakat indonesia di luar negeri, kembali ke daerah tahun pertamanya atau bahkan di beri kebebasan untuk mencari tempat berdedikasi sendiri. Dia menetapkan pilihan untuk nemilih tempat berdedikasi sendiri yang tentu sesuai dengan khayalnya ingin turut serta membangun manusia di daerahnya sendiri.
Tak berselang lama 3 bulan sekembalinya dia mendapat tawaran dari beberapa lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan yang dulu pernah diampu lalu di tinggalnya.
Suatu tantangan baru ketika tawaran itu datang dari lembaga yang belum pernah diampu dan lembaga yang belum terekam di curricullum vitaenya. Dengan berbagai pertimbangan dan harap bisa turut membantu membangun manusia disana yang merupakan daerahnya, dia mengiyakan untuk siap bekerjasama.
Berbagai Kejanggalan dia temukan di 6 bulan pertamanya, dia berniat pergi dan mencoba menerima pinangan pihak lain. Tapi lagi-lagi dia berpikir bukankah ini tantangannya? Bukankah ini yang harus dibangun?? Kembali menyurutkan ingin untuk menyudahi dengan harap bisa memberi sumbangsih dan menumpah ruahkan bekal yang tertumpuk selama ini. Namun lagi- lagi kejanggalan, bahkan kali ini lebih parah, suatu keputusan yang sungguh bahkan sangat berlawanan dengan prinsip, pola pikir, keteguhan hati dan niat berdedikasinya dibenturkan.
Sesaat itu juga dia niat mengabdi dan membangunnya memudar disana, keteguhan hatinya berubah jadi kesal dan amarah, keinginan berdedikasinya hilang.
Dengan tanpa menghiraukan apapun, jeritan manusia-manusia yang sudah terlanjur dia sayangi, terlanjur dia harapkan, manusia yang masih belum sempat dia bekali bahkan tanpa menghiraukan "keroncong kampung tengahnya kelak" akibat demo cacing-cacing itu dia bersikeras dan memutuskan untuk "Beranjak lalu pergi"
Dia beranjak bukan karna tingkah bocah-bocah disana
Dia pergi bukan karna tidak ingin membantu memanusiakan manusianya
Dia pergi bukan karna tidak ingin membantu memanusiakan manusianya
Dia beranjak karna dia gagal membantu dan mengembangkan bocah-bocah itu
Dia pergi karna dia sendiri gagal berkembang disana
Dia beranjak karna dia "memilih"
Dia pergi karna dia "tidak terpilih"
Dia pergi karna dia sendiri gagal berkembang disana
Dia beranjak karna dia "memilih"
Dia pergi karna dia "tidak terpilih"
"sekalipun dia Beranjak, sekalipun dia Pergi Bukan Berarti Dia Hilang!!!"
Izinkanlah dia "Beranjak lalu Pergi" demi hidupnya kelak, karna hidup itu baginya hanya sebatas "Memilih & Terpilih"
Parone 16April2017
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus